Friday 21 October 2016

SUMBER HUKUM ISLAM DAN PENGERTIANNYA

1. Maslahah Mursalah
Menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan ( yang mutlak) sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah suatu kemaslahatan dimana Syari’ tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara’tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagi menberikan hukum syara’ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma’ atas dasar memelihara kemaslahatan.

Contoh :
a. Mensyaratkan adanya surat kawin untuk syahnya gugatan dalam soal perkawinan
b.Membuang barang yang ada di atas kapal laut tanpa izin yang punya barang, karena ada gelombang besar yang menjadikan kapal oleng. Demi kemaslahatan penumpang dalam menolak bahaya.

2.Istihsan
Istihsan adalah salah satu cara atau sumber dalam mengambil hukum Islam. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma` dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para ulama sebagai sumber hukum Islam, istihsan adalah salah satu metodologi yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja, tidak semuanya.

Contoh :

bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka dengan menggunakan istihsan, yang termasuk diwaqafkan adalahhak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah itu dan sebagainya. Sebab kalau menurut qiyas (jali), hak-hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena tidak boleh mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli.

3.Istishab
Istishab menurut etimologi berasal dari kata istishaba dalam sighat istif’al(اِسْتِفْعَالِ) yang bermakna: اِسْتِمْرَارُ الصَّحَبَهْ. Kalau kata الصَّحَبَهْ diartikan dengan sahabat atau teman dan اِسْتِمْرَارُ diartikan selalu atau terus menerus, maka istishab secara lughawi artinya selalu menemani atau selalu menyertai. Atau diartikan dengan minta bersahabat, atau membandingkan sesuatu dan mendekatkannya, atau pengakuan adanya perhubungan atau mencari sesuatu yang ada hubungannya. Dan disebutkan juga bahwa istishab berasal dari kata shuhbah artinya “menemani atau menyerta”, dalam artian menurut kebersamaan atau “terus menerusnya bersama”.

Contoh :
Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dengan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu, maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Karena dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum tali perkawinan walaupun mereka telah lama berpisah.




4.Syar’u Man Qablana
Syar’u man qablana adalah syari’at sebelum kita yaitu syari’at hukum dan ajaran-ajaran yang berleku pada para nabi ‘alaihin ash –shalat wa-salam sebelum nabi Muhammad SAW. Diutus menjadi rasul seperti syari’at nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa, dan nabi Isa.

Contoh :
Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu.

5. Urf
Urf merupakan istilah Islam yang dimaknai sebagai adat kebiasaan. ‘Urf terbagi menjadi Ucapan atau Perbuatan dilihat dari segi objeknya, menjadi Umum atau Khusus dari segi cakupannya, menjadi Sah atau Rusak dari segi keabsahan menurut syariat. Para ulama ushul fiqih bersepakat bahwa Adat (‘urf) yang sah ialah yang tidak bertentangan dengan syari'at.
Adapun contohnya yaitu:
dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas kawin.

6. Mazhab shahabi
Madzhab Shahabi berarti “pendapat para sahabat Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengan Madzhab Shahabat(pendapat sahabat) ialah pendapat para sahabat yang tentang suatu kasus yang dinukil para ulama, baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum, sedangkan ayat atau hadits tidak menjelaskan hukum terhadap kasus  yang dihadapi sahabat tersebut. Disamping belum adanya ijma  para sahabat yang menetapkan hukum tersebut.
Adapun contohnya yaitu:
Seseorang  mengandung  tidak lebih dari dua tahun .
seperti ucapan Aisyah r.a.: “Tidaklah berdiam kandungan itu dalam perut ibunya lebih dari dua tahun, menurut kadar ukuran yang dapat mengubah bayangan alat tenun”

7. Hukum , mahkum fih, mahkum alai
-Hakim adalah Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum.
-Para ulama ushul fiqih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan المحكم فيه adalah objek hukum, yaitu perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syar'i, yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukshah, sah, serta batal.
-Para ulama usul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih       (  اَلْمَحْكُمْ عَلَيْهِ  ) adalah seseorang yang dikenai khitab allah ta’ala, yang disebutkan dengan mukallaf (اَلْمُكَلَّفُ  ). Secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dalam usul fiqih,istilah mukallaf disebut juga mahkum alaih (dalam subjek). Orang mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi.
Adapun contohnya yaitu:
يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْ  ابَالْعُقُوْجِ
Artinya :
"hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah janji."
8. Zaru dzariah
Kata sadd adz-dzari’ah (سد الذريعة) merupakan bentuk frase (idhafah) yang terdiri dari dua kata, yaitu sadd (سَدُّ ) dan adz-dzari’ah (الذَّرِيْعَة). Secara etimologis, kata as-sadd (السَّدُّ) merupakan kata benda abstrak (mashdar) dari سَدَّ يَسُدُّ سَدًّا. Kata as-sadd tersebut berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan menimbun lobang. Sedangkan adz-dzari’ah (الذَّرِيْعَة) merupakan kata benda (isim) bentuk tunggal yang berarti jalan, sarana (wasilah) dan sebab terjadinya sesuatu. Bentuk jamak dari adz-dzari’ah (الذَّرِيْعَة) adalah adz-dzara’i (الذَّرَائِع). Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, seperti Tanqih al-Fushul fi Ulum al-Ushul karya al-Qarafi, istilah yang digunakan adalah sadd adz-dzara’i.
Adapun contohnya yaitu:
-Zina hukumnya haram, maka melibat aurat wanita yang menghantarkan kepada perbuatan zina juga merupakan haram
-shalat jum,at merupakan kewajiban maka meninggalkan segala kegiatan untuk melaksanakan shalat jum’at wajib pula hukumnya.


5 comments: